K3 Dalam Dunia Kerja. (Sebuah presentasi mewakili buruh dalam acara bedah buku “Opini Seorang Praktisi K3” di Yogyakarta, 27 Mei 2022).


Oleh : Ali Prasetyo | Sekretaris FSPM Regional DIY-Jateng

Mengapa dunia perlu merespon kecelakaan dan penyakit di tempat kerja pada ratusan tahun yang lalu?

Dari perspektif sejarah, Industrialisasi telah dimulai dari Abad ke-18, yang kemudian di istilahkan dengan Industrial 1.0. Pada Abad ke-19 atau dikenal dengan Industrial 2.0, dimana dunia industri semakin berkembang dari masa sebelumnya, terdapat paling tidak 3 peristiwa bencana besar yang menewaskan ratusan bahkan ribuan pekerja akibat dari kecelakaan kerja yakni:

·   145 pekerja meninggal dalam kebakaran di Triangle Shirtwaist Factory di New York pada 25 Maret 1911.

·    439 penambang dan seorang petugas penyelamat meninggal dalam bencana tambang batu bara Senghenydd di Universal Colliery Senghenydd, di Wales Selatan (Inggris) pada 14 Oktober 1913.

·    Sekitar 2000 orang tewas, dan lebih dari ribuan orang terluka ketika sebuah kapal bertabrakan dengan sebuah kapal barang yang membawa bahan peledak di Halifax. Ini dianggap sebagai ledakan buatan manusia terbesar sebelum Bom Atom.

 

Pada awal Abad ke-20 (Industrial 3.0) dibentuklah Liga Bangsa-Bangsa yang pada saat ini berkembang dan dikenal dengan sebutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pasca Perang Dunia Kedua: Perspektif yang semakin mendunia tentang K3. Deklarasi Philadelphia, 1944 tentang kesehatan pekerja:

“Konferensi ini mengakui kewajiban serius Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) untuk menindaklanjuti lebih jauh di negara-negara dengan program dunia yang akan dicapai […] perlindungan yang memadai untuk kehidupan dan kesehatan pekerja di semua pekerjaan.”

Organisasi Perburuhan Internasional/ ILO (International Labour Organization) sebagai organisasi tripartit internasional (Pekerja-Pengusaha-Pemerintah) yang bertanggung jawab atas dunia kerja mempunyai standard ketenagakerjaan internasional, kode praktek dan pedoman, program dan materi pelatihan, dan bahan informasi khususnya K3 dalam dunia kerja.

ILO telah mengadopsi lebih dari 40 standard ketenagakerjaan internasional yang berhubungan dengan K3 yang dikelompokkan sebagai berikut:

1.  Terkait dengan RISIKO KHUSUS (seperti radiasi pengion, asbes, kanker akibat kerja dan bahan kimia).

2.  Terkait dengan SEKTOR SPESIFIKASI ATAU CABANG AKTIVITAS KERJA (seperti pertanian, konstruksi dan pertambangan).

3. Mencakup SEMUA PRINSIP UMUM DAN HASIL UMUM (seperti yang berkaitan dengan manajemen OSK, inspeksi tenaga kerja dan fasilitas kesejahteraan).

4.    Berhubungan dengan PRINSIP DASAR KESELAMATAN KERJA DAN KESEHATAN

ü  Konvensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 1981 (No. 155) dan Protokolnya tahun 2002;

ü  Konvensi Layanan Kesehatan Kerja, 1985 (No. 161); dan

ü  Kerangka Promosi untuk Konvensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 2006 (No. 187).

 

Undang-undang tentang K3 yang  berlaku di  Indonesia.

v  Undang-undang Nomor Stb. No.225 Tahun 1930 tentang Undang-undang Uap (stoom                      Ordonantie 1930).

Undang-undang pada masa sebelum kemerdekaan ini mengubah Peraturan Uap No. 342 tahun 1924 (Stb. No. 42 tahun 1924) dimana isinya hanya mengatur tentang keselamatan dan kesehatan di dunia industri penerbangan.

 v  Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Undang-undang ini telah berusia lebih dari setengah abad dimana sudah sangat tua dan tidak relevan lagi pada masa sekarang ini yang telah memasuki masa Industrial 4.0.

 

 

Kasus kecelakaan kerja di Indonesia pada tahun 2017 sampai dengan 2020.

 

Tahun 2017 terjadi 123.041 kasus kecelakaan kerja, kemudian tahun 2018 ada 173.105 kasus, tahun 2019 terdapat 182.000 kasus, dan tahun 2020 terjadi peningkatan kasus kecelakaan kerja sebanyak 225.000 kasus.

Sumber : BPJS Ketenagakerjaan

Pada triwulan ketiga tahun 2021 terdapat 82.000 kasus kecelakaan kerja yang didominasi oleh pekerja muda dengan rentang usia 20-25 tahun.

Hal ini terjadi kepada pekerja muda karena:

  • Karakter pekerja muda yang rentan mengalami stress,
  • Kurangnya pengawasan supervisor,
  • Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang tidak memadai,
  • Pengoperasian peralatan kerja yang tidak aman,
  • Minimnya pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan,
  • Egoisme pekerja muda yang enggan bertanya agar tidak dianggap bodoh, menjadi permulaan kelalaian keselamatan kerja.

 

Contoh kasus pelanggaran K3 dalam industri perhotelan.

Kasus #1

Industri perhotelan sangat sarat dengan K3, salah satu yang sering kali diabaikan adalah terkait dengan pekerja housekeeping khususnya bagian room attendant.

Para pekerja room attendant tanpa disadari mengalami dan kalaupun saat ini belum terjadi akan mengalami sakit punggung / backpain, karena dalam melakukan tugasnya pekerja tersebut melakukan pekerjaan yang dinamakan making bed, dimana pekerjaan tersebut menggaanti sprei tempat tidur yang berlapi-lapis dengan cara mengangkat dan memindahkan tempat tidur tersebut berkali-kali untuk proses pemserihan 1 kamar. Padahal pekerja room attendant tersebut mengerjakan 15-25 kamar dalam 1 shift bekerjanya.

FSPM dan IUF telah melakukan sebuah penelitian tentang pekerjaan para pekerja room attendant ini, bahwa jika hal ini tidak segera tidak dirubah sistem pekerjaannya, maka akan dipastikan nantinya para pekerja room attendant tersebut akan mempunyai masalah serius dengan punggung dan pinggangnya.

Kasus #2

Ditengah maraknya persaingan antar hotel dan demi keuntungan perusahaan yang besar, banyak pengusaha/manajemen hotel memberlakukan yang namanya multi-tasking employee. Lebih parahnya lagi dalam program multi-tasking employee tersebut tidak dibarengi dengan pelatihan yang cukup dan kompensasi yang benar.

Sebagai contoh: pekerja di bagian housekeeping (dimana tugas utamanya adalah dalam hal kebersihan) harus menangani pekerjaan seorang engineering (tugas utamanya adalah soal teknis gedung dan peralatan hotel termasuk kelistrikan). Belum lagi seorang receptionist (tugasnya menangani check-in dan check-out tamu, pembayaran tamu, pemesanan kamar) dipaksa untuk membantu pekerjaan seorang cook (juru masak).

2 contoh hal tersebut diatas sangat fatal jika terjadi kecelakaan kerja, pekerja housekeeping bisa tersengat listrik, dan pekerja receptionist bisa terkena minyak panas karena tuntutan multi-tasking employeeyang diterapkan perusahaan.

Contoh lainnya adalah sangat minimnya peralatan pelindung untuk pekerja yang dalam pekerjaanya harus menggunakan bahan-bahan kimia / chemical.

 

Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, lebih dikenal sebagai ILO-OSH 2001 atau OSHMS. Di Indonesia istilahnya adalah SMK3 (Sistem Manajemen K3).

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang efektif adalah:

·    Komitmen Manajemen : Keterlibatan manajemen senior yang kuat, SMK3 diperkenalkan untuk meningkatkan K3, Penyediaan sumber daya yang memadai, K3 integral dengan penilaian kinerja manajemen, Memimpin dengan memberi contoh.

·    Integrasi ke dalam MS : Semua fungsi organisasi menggabungkan K3.Jenis sistem disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, Dikembangkan dengan dukungan dan keterlibatan semua pemangku kepentingan organisasi.

·  Keterlibatan Karyawan: Semua karyawan didorong dan mampu berpartisipasi, Perwakilan independen karyawan didorong dan didukung.

SMK3adalah metode yang logis dan bertahap untuk memutuskan apa yang perlu dilakukan, cara terbaik untuk melakukannya, memantau kemajuan menuju tujuan yang ditetapkan, mengevaluasi seberapa baik hal itu dilakukan dan mengidentifikasi area untuk perbaikan.

Ini mengikuti siklus: “Plan–Do–Check–Act”.

 

Industrial 4.0 – Pekerjaan masa depan yang aman dan sehat.

Perkembangan teknologi mempengaruhi semua aspek pekerjaan, dari siapa atau apa yang melakukan pekerjaan, bagaimana dan dimana pekerjaan dilakukan dan pekerjaan yang dilakukan, cara kerja diatur dan syarat pelaksanaannya, dan keselamatan dan kesehatan kerja pekerja. Perubahan dan perkembangan ini semakin cepat; mereka telah memiliki dampak besar pada kondisi kerja dan keselamatan dan kesehatan pekerja dan diharapkan akan terus berlanjut di masa depan.

 

1.      Teknologi.

·         Digitalisasi dan TIK, peluang dan tantangan;

·         Otomatisasi dan Robotika, peluang dan tantangan;

·         Teknologi Nano.

 

2.      Demografi.

·         Angkatan kerja global yang berubah;

·         Populasi muda dan tua yang meluas di berbagai belahan dunia;

·         Kesenjangan gender di pasar tenaga kerja;

·         Pekerja Migran.

 

Digitalisasi dan TIK

  • Replikasi pemikiran manusia: AI (Artificial Intelengent) atau Kecerdasan Buatan;
  • Virtualisasi pekerjaan;
  • Telework, bekerja dari jarak jauh;
  • Antarmuka manusia-mesin;
  • Teknologi pintar dan perangkat pintar yang bisa dipakai;
  • Meningkatkan keterampilan, pelatihan dan pengawasan K3;
  • Peluang dan Tantangan Digitalisasi dan TIK.

 PELUANG

      Kemungkinan pengurangan beberapa risiko psikososial;

      Menjauhkan orang dari lingkungan berbahaya;

      Promosi kesehatan;

      Perbaikan langkah-langkah pencegahan;

      Mengurangi ketimpangan.

 

TANTANGAN

      Kemungkinan Peningkatan beberapa risiko psikososial;

      Meningkatnya risiko terhadap keamanan dan privasi;

    Paparan terhadap risiko kimia atau biologis baru atau medan elektromagnetik;

      Peningkatan risiko insiden dan paparan;

      Manajemen K3 dan tantangan hasil.

 

Otomasi dan robotika

  • Interaksi manusia dengan AI dan robotika;
  • Robotika dan AI serta perannya dalam mengurangi gangguan muskuloskeletal atau risiko kesehatan mental;
  • Risiko ergonomis;
  • Risiko keamanan siber;
  • Risiko psikologis;
  • Ancaman otomasi pada pekerjaan;
  • Peluang dan Tantangan otomasi dan robotika. 

 PELUANG

      Menjauhkan orang dari lingkungan berbahaya;

  Robotika dan eksoskeleton dapat mengurangi kebutuhan pekerja untuk melakukan tugas-tugas berbahaya atau yang tidak menarik, yang dapat menyebabkan stres atau MSD;

      Peningkatan langkah-langkah pencegahan otomatis;

      Meningkatkan pemahaman tentang perilaku pengambilan risiko.

 

TANTANGAN

      Peningkatan risiko ergonomis dari bentuk baru interaksi manusia-mesin

      Paparan risiko baru:

      Medan elektromagnetik

 Kecelakaan sebagai akibat dari hilangnya pemahaman, kontrol dan pengetahuan tentang proses kerja, terlalu percaya diri pada kesempurnaan robot / AI, khususnya ketika manusia dan robot berinteraksi erat

      Manajemen K3 dan tantangan hasil terkait dengan:

   Tenaga kerja yang lebih beragam (karena akses yang melebar ke pekerjaan dan tersebar (dengan pekerjaan jarak jauh)

      Penggantian pekerjaan dan transformasi pekerjaan.

 Teknologi Nano

  • Nanomaterials;
  • Bahaya kesehatan yang unik;
  • Paru-paru, stres oksidatif, peradangan dan kerusakan jaringan, fibrosis dan pembentukan tumor;
  • Konvensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja ILO, 1981: Diperlukan Pelatihan Lanjutan, pembelajaran seumur hidup.

 

Angkatan kerja global yang berubah


Beberapa wilayah, seperti Afrika dan Asia Selatan, memiliki populasi usia muda sangat besar yang memasuki angkatan kerja dan ini berimplikasi pada angkatan kerja.
 
Orang yang lebih muda (mereka yang berusia < 25 tahun) jauh lebih mungkin menjadi pengangguran atau setengah menganggur.
 
Secara global, tingkat pengangguran kaum muda sekitar tiga kali lipat dari orang dewasa yang lebih tua, yaitu 13 persen (dibandingkan dengan 4,3 persen).  Sumber ILO, 2018.


Populasi muda dan tua yang meluas di berbagai belahan dunia


Secara kritis, pekerja muda mengalami tingkat kecelakaan kerja yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua.

ü  Menurut data Eropa baru-baru ini, insiden cedera non-fatal di tempat kerja lebih dari 40 persen lebih tinggi di antara pekerja muda berusia 18 hingga 24 tahun daripada di antara pekerja yang lebih tua (EU-OSHA, 2007).

ü  Di Amerika Serikat, risiko pekerja muda antara usia 15 dan 24 akan menderita cedera kerja non-fatal kira-kira dua kali lebih tinggi daripada pekerja berusia 25 tahun atau lebih (CDC, 2010).


 Kesenjangan gender di pasar tenaga kerja


  • Menolak kesenjangan gender di pasar tenaga kerja
  • Perempuan memiliki 26.0 poin persentase lebih kecil untuk dipekerjakan
  • Kesenjangan pekerjaan dalam hal gender menyusut dalam 27 tahun terakhir, kurang dari 2 persen poin selama 27 tahun terakhir.

 

Pekerja Migran


  • Menyumbang 164 juta dari sekitar 277 juta migran internasional di dunia.
  • 86,5 % pemigran berusia antara 20 hingga 64 tahun.
  • Kompleksitas dan keragaman keadaan sepanjang berbagai dimensi siklus migrasi dapat menjadikan mereka sangat rentan terhadap persoalan kesehatan fisik dan mental yang buruk.
  • Pekerjaan dengan keterampilan tinggi vs pekerjaan "D" (dirty/kotor, dangerous/berbahaya, dan demeaning/merendahkan martabat)


MENANGGAPI TANTANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) SERTA PELUANG MASA DEPAN KERJA.

 Antisipasi resiko K3 baru.

  • Risiko baru dan yang sedang akan muncul tentang keselamatan dan kesehatan terkait pekerjaan;
  • Tren baru dalam organisasi kerja = pekerjaan mandiri atau jarak jauh;
  • Konsep kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan di tempat kerja;
  • Risiko tradisional di seluruh dunia masih harus tetap diingat.

 Melibatkan multidisiplin dalam mengelola K3.

  • Profesional K3 di masa depan = multidisiplin;
  • Pertimbangan dan penerapan keterampilan baru di lapangan.

 Membangun kompetensi K3.

  • Melanjutkan pendidikan;
  • Pembelajaran seumur hidup.

 Memperluas Wawasan: Keterkaitan dengan Kesehatan Masyarakat.

Hubungan antara kesehatan masyarakat dan K3 dapat dikenali dalam kebutuhan untuk mempromosikan lingkungan kerja yang sehat (termasuk praktik kerja) yang mendukung kesehatan dan mencegah penyakit.

 

Masalah seperti nutrisi (akses ke makanan yang terjangkau dan sehat selama jam kerja), peningkatan aktivitas fisik, tidur yang baik, mengatasi bahaya psikososial, mencegah penyalahgunaan zat dan kecanduan lainnya semuanya dapat dipengaruhi secara positif oleh lingkungan kerja kita.

 Standar ketenagakerjaan internasional dan instrumen K3 lain

  • Legislasi K3 Nasional dan Manajemen K3.
  • Tata kelola K3.

 Memperkuat peran pemerintah dan mitra sosial serta memperluas kemitraan

Pemerintah, organisasi pekerja dan pengusaha masih menjadi mitra utama untuk menerapkan tujuan lingkungan kerja yang aman dan sehat.

 

Standard Aturan Ketenagakerjaan Internasional terkait K3

  • K 155 - Konvensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 1981;
  • K 187 - Konvensi Kerangka Promosi untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 2006;
  • K 161 - Konvensi Layanan Kesehatan Kerja 1985;
  • K 115 - Konvensi Perlindungan Radiasi, 1960;
  • K 139 - Konvensi Kanker Kerja, 1974;
  • K 148 - Konvensi Lingkungan Kerja (Polusi Udara, Kebisingan dan Getaran), 1977;
  • K 139 - Konvensi Asbes, 1986;
  • K 170 - Konvensi Bahan Kimia, 1990;
  • K 174 - Konvensi Pencegahan Kecelakaan Industri Besar 1993;
  • K 120 - Konvensi Kebersihan (Perdagangan dan Perkantoran), 1964;
  • K 167 - Konvensi Keselamatan dan Kesehatan dalam Konstruksi, 1988;
  • K 176 - Konvensi Keselamatan dan Kesehatan di Pertambangan, 1995;
  • K 184 - Konvensi Keselamatan dan Kesehatan di Pertanian, 2001.

 

 Mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk


¯ segera meratifikasi:


KONVENSI ILO NO. 155 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Convention 155 - Occupational Safety and Health Convention, 1981


¯ bersama dengan Legislatif untuk segera memperbarui:


Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

 

 

 

Daftar pustaka:

o   halaman situs Kementrian Ketenagakerjaan;

o   halaman situs BPJS Ketenagakerjaan;

o   halaman situs ILO;

o   www.pikiran-rakyat.com;

o   Berbagai sumber lainnya. 


Posting Komentar

© 2013 - 2021 Federasi Serikat Pekerja Mandiri. Developed by Jago Desain