Salah satu tantangan yang dihadapi oleh serikat buruh
mewakili para pekerja di perusahaan-perusahaan transnasional adalah kurangnya
informai tentang situasi keuangan perusahan dan rencana-rencana bisnis di level
lokal, nasional dan global. Tanpa informasi ini serikat-serikat buruh akan
memakai pendekatan yang sangat tidak menguntung di meja perundingan. Pada
dasarnya mereka berakhir dengan mengandalkan pada manajemen lokal sebagai
satu-satunya sumber informasi (dan seringkali ini hanyalah secara lisan atau
hanya sekilas).
Jika serikat telah mempraktekkan kekuatan perjanjian bersama
maka ini masih dapat menegosiasikan dan memajukan ketertarikan
anggota-anggotanya, bahkan tanpa memiliki semua informasi perusahaan yang
diperlukan. Tapi beberapa serikat buruh berada di posisi ini. Kenyataannya
adalah bahwa kemampuan serikat buruh untuk memonitor perubahan-perubahan di
perusahaan (misalnya untuk memprediksi dan merespon perubahan-perubahan dalam
rencana-rencana bisnis dan restrukturisasi; untuk menantang kebijakan-kebijakan
manajemen global; atau untuk menetapkan berapa banyak uang dikirm kembali ke
kantor pusat sebagai keuntungan, royalti, dan ongkos) sangatlah terbatas karena
kurangnya informasi.
Ada banyak cara serikat buruh dapat mengatasi kekurangan
ini. Mereka bisa melaksanakan penelitian sendiri, mengumpulkan informasi dari
tempat kerja, mengecek rekening dan laporan keuangan yang dikumpulkan dengan
agensi-agensi pemerintahan, menggunakan informasi yang diberikan kepada
pemegang saham, dll memberikan potongan-potongan dari pusel jigsaw, dan
serikat-serikat buruh bisa masuk ke dalam perjanjian bersama yang dipersenjatai
dengan informasi untuk menantang apa yang dikatakan manajemen.
Tapi dalam situasi-situasi dimana informasinya tidak lengkap
atau diperoleh sumber-sumber lain, manajemen mungkin mengeksploitasi
bagian-bagian yang hilang, memberikan dis-informasi (kebohongan), atau
menantang sumber informasi serikat buruh.
Jadi tanggapannya sederhana: satu sumber informasi harusnya
manajemennya itu sendiri. Mereka harus memberikan semua informasi yang
dibutuhkan serikat untuk tujuan perjanjian kerja bersama. Dengan kata lain,
untuk serikat-serikat sepenuhnya mempraktekkan hak atas perjanjian bersama
mereka harus juga mempunyai hak untuk mengakses semua informasi perusahaan
(pada level lokal, nasional dan global) yang diperlukan untuk negosiasi
perjanjian agar transparan dan adil.
Prinsipnya dinyatakan sangat jelas dalam perjanjian
internasional utama dan panduan-panduan yang mengatur perusahaan-perusahaan
antar nasional.
Menurut paragraf 55 dari Deklarasi Tripartit ILO
Prinsip-prinsip Mengenai Perusahaan-perusahaan Multinasional dan Kebijakan Sosial
(1977), perusahaan-perusahaan transnasional sebaiknya memberikan perwakilan
para pekerja dengan informasi yang diperlukan untuk perjanjian kerja bersama
yang bermakna. Informasi sebaiknya memampukan perwakilan-perwakilan pekerja
untuk memperoleh pandangan yang benar dan adil dari kinerja pabrik yang terkait
dan perusahaan global secara keseluruhan. Ini ditegaskan kembali dalam
Deklarasi Tripartit yang di revisi pada tahun 2000 dan 2006.
55. Perusahaan-perusahaan multinasional sebaiknya memberikan
kepada perwakilan-perwakilan pekerja informasi yang diperlukan untuk
negosiasi-negosiasi yang bermakna dengan entitas yang terlibat dan, yang mana
ini berhubungan dengan hukum dan praktek lokal, sebaiknya juga memberikan
informasi untuk memampukan mereka memperoleh pandangan yang benar dan adil dan,
jika sesuai, dari perusahaan secara keseluruhan.
Istilahnya “negosiasi yang bermakna” adalah
penting bagi pemahaman kita tentang hak atas informasi perusahaan sebagai
bagian hak untuk perjanjian kerja bersama. Jika serikat-serikat tidak
mendapatkan akses terhadap informasi tentang situasi finansial dari tempat
kerja atau kinerja bisnis, maka bagaimana mereka dapat merespon terhadap klaim
manajemen dan lawan dari klaim? Bagaimana mereka dapat mempertahankan dan
memajukan kepentingan-kepentingan anggota dalam negosiasi-negosiasi bahkan jika
data yang mendasar (produktifitas, kinerja, upah, pendapatan dan pengeluaran,
dll) tidak diberikan? Perjanjian kerja bersama berada dalam sebuah vakum,
dengan tidak adanya informasi yang harus dinegosiasikan sebenarnya, adalah tidak
berarti.
Konsep dari ‘pandangan yang benar dan adil’ berdasarkan
pada konsep hukum (Inggris) bahwa mereka yang menyiapkan dan menghasilkan
rekening-rekening finansial sebuah perusahaan harus dapat menyatakan bahwa
mereka meyakini informasi tersebut benar dan akurat, dan bahwa ini memenuhi
standar-standar pelaporan dan transparansi yang bisa diterima. Dalam konteks
ini berarti bahwa manajemen harus dapat menyatakan bahwa mereka yakin informasi
perusahaan diberikan kepada serikat itu benar dan akurat.
Dengan ‘kinerja dari entitas’ ini berarti informasi
mengenai perusahaan, pabrik atau kantor dimana serikat tersebut mewakili para
pekerja dalam perjanjian kerja bersama. Informasi ini bisa meluas sampai pada ‘perusahaan
secara keseluruhan’, artinya operasi-operasi perusahaan pada level
nasional, regional dan global. Di perusahaan-perusahaan transnasional
serikat-serikat bisa menyanggah bahwa informasi tentang kinerja ‘perusahaan
secara keseluruhan’ diperlukan dengan tepat karena keputusan-keputusan dan
kebijakan-kebijakan manajemen yang mempengaruhi anggota-anggota serikat dibuat
dan/atau diterapkan pada level yang berbeda-beda dari ‘perusahaan secara
keseluruhan’.
Paragraf 56 dari Deklarasi Tripartite ILO
juga penting karena ini mensyaratkan pemerintahan-pemerintahan untuk memberikan
informasi seluas sektor kepada serikat-serikat yang akan membantu dalam
perjanjian kerja bersama dan mensyaratkan perusahaan-perusahaan transnasional
untuk memberikan informasi tentang operasi mereka kepada pemerintah:
56. Pemerintah sebaiknya mensuplai kepada perwakilan-perwakilan
organisasi-organisasi pekerja berdasarkan permintaan, dimana hukum dan praktek
diperbolehkan, informasi tentang industri-industri tempat perusahaan
beroperasi, yang akan membantu dalam meletakkan kriteria tujuan dalam proses
perjanjian kerja bersama. Dalam konteks ini, perusahaan-perusahaan nasional
serta multinasional sebaiknya merespon secara konstruktif kepada
permintaan-permintaan oleh pemerintah untuk informasi yang relevan tentang
operasi mereka.
Salah satu bahaya dalam memperoleh informasi dari manajemen
lokal atau nasional adalah mereka akan sering mencoba menciptakan mekanisme
‘konsultasi’ atau alur-alur informasi yang melewati serikat buruh. Tujuannya adalah
untuk meruntuhkan serikat. Untuk mencegah ini, paragraf 57 dari Deklarasi
Tripartit ILO menyatakan sangat jelas bahwa “konsultasi
sebaiknya tidak menggantikan perjanjian kerja bersama”:
57. Dalam perusahaan-perusahaan nasional dan multinasional,
sistem-sistem yang dilengkapi perjanjian yang saling menguntungkan antara
majikan dan pekerja dan perwakilannya sebaiknya diberikan, menurut hukum dan
praktek nasional, untuk konsultasi yang reguler mengenai masalah-masalah
perhatian yang saling menguntungkan. Konsultasi tersebut sebaiknya tidak
menjadi pengganti untuk perjanjian kerja bersama.
Prinsip hak untuk mengakses informasi perusahaan juga
dicantumkan di dalam Pasal (2) dari Rekomendasi No.163, Rekomendasi
Perjanjian Bersama (1981) yang mendukung Konvensi Buruh
International No.154, Konvensi Perjanjian Kerja Bersama (1981),
dimana kita melihat lagi penekanan pada “negoasiasi-negosiasi yang bermakna”:
(a). Para majikan/atasan negeri dan swasta, dengan permintaan
dari organisasi pekerja, sebaiknya menyediakan informasi mengenai situasi
ekonomi dan sosial dari unit yang dinegosiasikan dan melaksanakannya secara
keseluruhan, seperti yang diperlukan untuk negoasiasi-negosiasi yang bermakna;
ketika pengungkapan beberapa informasi ini merugikan pada pelaksanaannya,
komunikasinya bisa dibuat bersyarat pada sebuah komitmen bahwa ini dapat
dianggap rahasia sejauh yang diperlukan; informasi yang diberikan bisa
disepakati antar para pihak untuk perjanjian kerja bersama;
Hak-hak ini juga diuraikan dalam bahasa yang lebih jelas
dalam Panduan OECD untuk Perusahaan-perusahaan Multinasional (2000),
sebuah instrumen yang telah digunakan secara aktif oleh IUF berkaitan dengan
perusahaan-perusahaan transnasional yang telah menentukan program-program
restrukturisasi tanpa memberikan informasi yang diperlukan untuk
serikat-serikat buruh untuk menegosiasikan perubahan-perubahan tersebut. Panduan
OECD berlaku untuk perusahaan transnasional manapun yang berkantor
pusat di negara OECD. Jika pelanggaran terhadap Panduan OECD
terjadi di sebuah negara yang bukan dalam OECD, sebuah keluhan/komplain masih
dapat diajukan terhadap kantor pusat perusahaan transnasional.
Menurut bagian IV Pemekerjaan dan Hubungan Industri dari
Panduan OECD:
2. a) Memberikan fasilitas-fasilitas untuk
perwakilan-perwakilan pegawai seperti yang diperlukan untuk membantu dalam
pengembangan perjanjian kerja bersama yang efektif.
b) Memberikan informasi kepada
perwakilan-perwakilan pegawai yang diperlukan untuk negosiasi-negosiasi yang
bermakna tentang syarat-syarat pemekerjaan.
c) Menggalakkan konsultasi dan kerja
sama antara pegawai dan pekerja dan perwakilan-perwakilan mereka mengenai
hal-hal yang menjadi perhatian bersama.
3. Memberikan informasi kepada pegawai dan perwakilannya yang
memampukan mereka mendapatkan pandangan yang benar dan adil terhadap kinerja
entitas atau, jika sesuai, perusahaan secara keseluruhan.
Lagi, kita melihat bahwa informasi perusahaan itu perlu
untuk “negosiasi-negosiasi yang bermakna” dan bahwa informasi tersebut tidak
terbatas pada pabrik atau kantor dimana perjanjian kerja bersama dilakukan,
tapi kepada perusahaan transnasional secara keseluruhan.
Perjanjian-perjanjian internasional ini dapat digunakan oleh
serikat-serikat buruh sebagai taktik dalam menekan manajemen agar memberikan
semua informasi yang dibutuhkan serikat-serikat buruh untuk secara efektif
bernegosiasi. Dalam istilah praktis ini tidak hanya memfasilitasi perundingan
pada level lokal, tapi juga perundingan nasional yang mencakup semua tempat
kerja di perusahaan transnasional yang sama.
Tentu saja, bahkan jika serikat buruh berhasil mendapatkan
informasi perusahaan dari manajemen, mereka perlu memiliki kapasitas sendiri
untuk menganalisa dan menggunakan informasi ini. Serikat-serikat buruh
sebaiknya tidak menuntut hak atas informasi maka – sekali mereka mendapatkan
informasi – mereka tergantung pada manajemen untuk menjelaskan apa arti semua
informasi itu. Interpretasi dari informasi (“apa artinya?”) adalah penting dan
serikat-serikat buruh harus mempuyai kapasitas sendiri untuk melakukan ini.
Volume informasi juga penting. Satu manajemen menegosiasikan
taktik dapat melibatkan pemberian terlalu banyak informasi, sehingga serikat
kewalahan. Dengan mampu mengelola jumlah informasi yang banyak dan membuang
informasi yang tidak relevan atau tidak berguna adalah sebuah ketrampilan yang
harus dikembangkan oleh serikat.
Taktik penting lainnya untuk serikat-serikat buruh adalah
untuk mengembangkan serangkaian pertanyaan yang rinci untuk manajemen. Setelah
menerima informasi, serikat menganalisanya dan membentuk pandangan mereka
sendiri tentang apa artinya. Tapi pada saat bersamaan, serikat mencatat
serangkaian pertanyaan yang rinci yang menunjukkan:
a). serikat memahami informasi yang diberikan, tapi lebih banyak pada memahami informasi diperlukan;
b). informasi yang diberikan harus dijelaskan dengan cara yang “benar dan adil”;
c). jika perwakilan manajemen tidak dapat memberikan dan/atau menjelaskan informasi, maka apakah mereka benar-benar diberi kuasa untuk bernegosiasi?
d). informasi sebaiknya diberikan secara rutin, tidak hanya ketika perjanjian kerja bersama dinegosiasikan saja (jika perusahaan memaksa cara-cara restrukturisasi secara terus menerus, maka kita perlu terus menerus berunding!)