“OUTSOURCING”



Oleh : M.Husni Mubarok | Presiden FSPM

 

Kehadiran Negara yang seharusnya dapat memberikan jaminan perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh tetapi malah justru terjadi sebaliknya, kehadiran Negara lebih terkesan eksploitatif terhadap kepentingan pekerja/buruh. Sementara peran Negara dalam hubungan industrial terkesan fasilitatif dan akomodatif terhadap kepentingan pemodal.

Indikasi lemahnya perlindungan hukum bagi pekerja/buruh dapat terlihat dari problematika outsourcing (Alih Daya) yang akhir-akhir ini menjadi isu nasional yang aktual. Problematika outsourcing (Alih Daya) memang cukup bervariasi seiring penggunaannya yang semakin marak dalam dunia usaha, sementara regulasi yang ada belum terlalu memadai untuk mengatur outsourcing yang telah berjalan ditengah kehidupan ekonomi dengan kapitalisme, yang tidak memandang pekerja/buruh sebagai subjek produksi yang patut dilindungi, melainkan sebagai objek yang bisa di eksploitasi. Ditengah kekhawatiran masyarakat akan lahirnya kembali bahaya kapitalisme, pemerintah justru melegalkan praktik outsourcing yang secara ekonomi dan moral merugikan pekerja/buruh.

Kontroversi itu berdasarkan kepentingan yang melatarbelakangi konsep pemikiran dari masing-masing. Bagi yang setuju berdalih bahwa outsourcing bermanfaat dalam pengembangan usaha, memacu tumbuhnya bentuk-bentuk usaha baru yang secara tidak langsung membuka lapangan pekerjaan bagi para pencari kerja, dan bahkan di berbagai negara praktik seperti ini bermanfaat dalam hal pertumbuhan dunia usaha, pengentasan pengangguran dan kemiskinan serta meningkatkan daya beli masyarakat, sedangkan bagi perusahaan sudah pasti, karena setiap kebijakan bisnis tetap berorientasi pada keuntungan.

Aksi menolak legalisasi sistem outsourcing dilatar belakangi pemikiran bahwa sistem ini merupakan corak kapitalis modern yang akan membawa kesengsaraan bagi pekerja/buruh, dan memberikan kesempatan yang seluas luasnya bagi pengusaha mendominasi hubungan industrial dengan perlakuan perlakuan kapitalis.

Indikasi lemahnya perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh, utamanya pekerja kontrak yang bekerja pada perusahaan outsourcing ini dapat dilihat dari banyaknya penyimpangan dan/atau pelanggaran terhadap norma kerja dan norma Keselamtan dan Kesehatan Kerja (K3) yang dilakukan oleh pengusaha dalam menjalankan bisnis outsourcing.

Penyimpangan dan/atau pelanggaran tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:

  1. Perusahaan tidak melakukan klasifikasi terhadap pekerjaan utama (core business) dan pekerjaan penunjang perusahaan (non core bussiness) yang merupakan dasar dari pelaksanaan outsourcing, sehingga dalam praktiknya yang di-outsource adalah sifat dan jenis pekerjaan utama perusahaan. Tidak adanya klasifikasi terhadap sifat dan jenis pekerjaan yang di-outsource mengakibatkan pekerja/buruh dipekerjakan untuk jenis-jenis pekerjaan pokok atau pekerjaan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, bukan kegiatan penunjang sebagaimana yang dikehendaki oleh undang-undang.
  2. Perusahaan yang menyerahkan pekerjaan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan lain/perusahaan penerima pekerjaan (vendor) yang tidak berbadan hukum.
  3. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh outsourcing sangat minim jika dibandingkan dengan pekerja/buruh lainnya yang bekerja langsung pada perusahaan, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

Pemerintah harus segera mencari solusi bagaimana meminimalisir dampak negatif dari praktik outsourcing.


Posting Komentar

© 2013 - 2021 Federasi Serikat Pekerja Mandiri. Developed by Jago Desain