Divisi Advokasi Dalam Serikat Buruh dan "outsourcing-isasi" Kerja Serikat Kepada Hukum dan Litigasi.

Tulisan Iman Sukmanajaya. 

Oleh-oleh dari Bandung, 8-11 November 2021 


 



Ketika Divisi Advokasi dibuat, apakah kemudian segala bentuk perselisihan hubungan industrial menjadi kewenangan Divisi tersebut?.

 

Saya kira disini sumber permasalahannya, dimana Serikat seolah sudah menjadi semacam Lembaga Bantuan Hukum, dimana perselisihan hubungan industrial dipandang sebagai persoalan hukum semata.

Dalam hubungan kerja atau hubungan industrial, basis yang menjadi dasar Hubungan Hukum antar para pihak adalah kesepakatan atau perjanjian, meski ada beberapa bagian yang memang sekurangnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, tapi masih ada ruang lainnya, dimana isi perjanjian sangat dimungkinkan untuk mengatur lebih baik dari sekedar perjanjian yang bersifat normatif (sesuai hukum) semata.

Ketika Pembelaan atau advokasi dimaknai sebatas litigasi, maka Serikat jelas sudah terjebak pada hukum formil atau normatif tadi, dan membatasi ruang geraknya menjadi sebatas kegiatan litigasi.

Sedangkan sebagaimana disampaikan diatas, hubungan industrial itu berbasis kesepakatan atau perjanjian, yang tidak terbatas pada hukum semata, sepanjang disepakati dan tidak lebih rendah baik kualitas maupun kuantitasnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan (baca UU13/2003 Pasal 52 ayat (2), Pasal 111 ayat (2) dan Pasal 124 ayat (2), lengkap dengan semua penjelasan pasalnya).

Sepanjang Divisi Advokasi dipahami sebagai kegiatan "administrasi" Pembelaan, saya masih mengerti bahwa itu salah satu fungsinya,

tapi ruang pembelaannya (baca: dialog), jelas ada pada ruang Perundingan Bipartit antara pihak pekerja/Serikat sebagai satu kesatuan, dengan pihak perusahaan sebagai Pemberi Kerja, yang "wasitnya" tentu merujuk pada perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Jadi dimana posisi hukum dalam hal ini?

Ya hanya sebagai garis batas terendah atau minimum, agar para pihak tidak melakukan Perbuatan Melawan Hukum,

Bukan malah menjadi panglima, yang membuat Serikat terbatas pada kegiatan Litigasi Normatif belaka.

Demikian kira-kira.

 

 

 

 


Ketika upaya Dialog melalui Perundingan Bipartit sudah ditempuh oleh Serikat

 

Ketika upaya Dialog melalui Perundingan Bipartit sudah ditempuh oleh Serikat, namun nampaknya Pengusaha masih belum berkenan dengan apa yang disampaikan,

Maka dengan terpaksa.. 

Serikat bisa menggunakan jalur kewenangan pemerintah melalui Mediasi maupun melalui mekanisme Pelaporan ke Pengawas (Pelanggaran Norma Kerja/UU/PKB).

Berikut link download Perundingan Bipartit maupun Pengawasan;

https://jdih.kemnaker.go.id/asset/data_puu/PER_31_v.pdf

https://jdih.kemnaker.go.id/asset/data_puu/permen_33_2016.pdf

https://jdih.kemnaker.go.id/asset/data_puu/Permen_1_2020_ok.pdf

 

Note:

Jangan sampai ada anggota atau pekerja lainnya, atau bahkan masyarakat umum yang melaporkan,

MALU BANGET buat Serikat kalo ini sampe terjadi


Posting Komentar

© 2013 - 2021 Federasi Serikat Pekerja Mandiri. Developed by Jago Desain